partnership with agoda

Wednesday, January 3, 2018

Menikmati Pesona Situ Cisanti, Kesejukan di Jawa Barat

Udara begitu sejuk saya rasakan begitu masuk ke halaman parkir sebuah obyek wisata beberapa pekan lalu di Jawa Barat yakni Situ Cisanti. Waktu menunjukkan sekitar pukul 14.00 WIB saat saya tiba di sana. 

Untuk bisa sampai di obyek wisata ini, saya membutuhkan waktu sekitar empat jam. Dari Bekasi, menggunakan kendaraan pribadi melintasi Tol Jakarta-Cikampek, lalu masuk ke Tol Purbaleunyi dan keluar di Tol Buah Batu, Bandung.

Setelah keluar tol, saya belok ke kanan, ke Jalan Raya Bojong Soang hingga Jalan Raya Laswi. Sesampainya di daerah Ciparay, saya berbelok ke Jalan Raya Pacet dan terus hingga Jalan Raya Cibeureum.

Perjalanan mulai di wilayah Pacet, medannya mulai berkelak-kelok dengan ruas jalan yang hanya cukup untuk dua mobil. Pastikan tidak mual saat di perjalanan.

Sesampainya di sana, meski tergolong hari masih siang, udara terasa sangat sejuk. Deretan pepohonan tinggi nan rimbun bisa terlihat.

Ketika masih berada di lokasi parkir kendaraan, belum nampak situ atau danau yang menjadi tempat wisata tersebut.
Saya pun mulai berjalan mengarah ke Situ Cisanti. Di gerbang masuk terdapat warung-warung, penjual tahu, sampai tempat penyewaan tikar. Biasanya tikar-tikar tersebut bisa digunakan menjadi alas duduk sambil menikmati indahnya Situ Cisanti.

Langkah saya terus mengikuti jalan setapak yang sudah dibeton. Semakin masuk, terdapat anak tangga untuk turun ke dataran yang lebih rendah. Tak jauh dari gerbang, sekitar 100 meter saya sudah bisa melihat sedikit panorama Situ Cisanti.

Begitu sampai, saya pun menulusuri jalan yang masih tanah hingga sampai di ujung mata air. Situ Cisanti memiliki luas kurang lebih 9 hektar yang airnya berasal dari tujuh mata air. Diantaranya mata air Citarum, Cikahuripan, Cikoleberes, Cihaniwung, Cisadane, Cikawadukan, dan Cisanti.

Sambil berjalan, tak lepas pandangan saya dari keindahan panorama danau ini. Jika kuat, wisatawan pun bisa mengitari danau ini. Kala itu beberapa remaja yang menggunakan seragam pramuka terlihat begitu semangat mengelilingi danau tersebut.

Namun, saya sendiri hanya kuat sampai di mata air. Untuk sampai di mata air, harus berjalan kaki dengan jaraknya dari pintu masuk sekitar 500 meter. Tenang saja, perjalanan tak akan terasa bila sambil melihat pemandangan yang indah.
Mandi di mata air
Masih satu wilayah dengan obyek wisata ini, terdapat dua titik sumber mata air, yakni mata air Citarum dan Cikahuripan. Saya pun tertarik karena beberapa pengunjung bisa mandi di mata air tersebut.

Kebetulan sekali masih ada kuncen atau penjaga mata air tersebut yang akrab disapa Abah Atep. Saya pun sempat berbincang terlebih dahulu dengan Abah Atep sebelum mandi di mata air dan menjelaskan soal sejarah mata air tersebut.

“Di sini ada dua mata air namanya Citarum dan Cikahuripan. Kedua mata air ini langsung mengalir ke Situ Cisanti, juga lima mata air lainnya. Tapi dua mata air ini yang paling dekat dengan situ cisanti,” kata Abah Atep.

Dia juga menjelaskan, bahwa mata air ini pada zaman dahulu digunakan oleh Raja Sunda, yakni Eyang Prabu Siliwangi.

“Sejarah turun temurun, ini adalah petilasan Eyang Prabu Siliwangi, tempat beliau membersihkan diri,” tutur Abah Atep. 

Para pengunjung pun bisa membersihkan diri di sana. Namun, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan ketika mandi di sana seperti tidak boleh menggunakan sabun atau sampo. Hal itu karena air tersebut akan mengalir ke Situ Cisanti. Air Situ Cisanti sendiri dimanfaatkan arga sebagai air minum.
Lalu, ketika mandi, Abah Atep menekankan agar mengikuti tata krama para leluhur. Wisatawan mesti berdoa kepada yang Maha Kuasa.

“Mandi atau wudhu (di mata air ini), (tujuannya) membersihkan diri lahir dan batin, berdoa, dan meneruskan apa yang dilakukan leluhur dulu. Tergantung kepercayaan, tapi caranya harus berdoa,” kata dia.

“(Syaratnya) Harus pakai tata cara budaya leluhur, sopan santun dipakai, jangan melakukan apa yang dilarang, tidak meludah, tutur bahasa yang baik. Ini dilakukan untuk menjaga budaya leluhur dulu,” tambahnya.

Aturan lainnya jika pengunjung ingin mandi, perempuan dan laki-laki tidak boleh disatukan.

Lalu juga perempuan yang sedang haid, dilarang untuk mandi. Wanita yang sedang haid hanya diperbolehkan untuk wudhu atau membasuh bagian tubuh tanpa masuk ke dalam kolam mata air.

Setelah mendengar cerita Abah Atep, saya pun segera mengganti pakaian untuk mandi. Kolam berada di ruang terbuka, jadi saat masuk ke dalam kolam tetap harus menggunakan busana.

Ketika mandi pun, Abah Atep tetap memandu saya juga pengunjung lainnya. Saya pun mulai menyelupkan telapak kaki.
“Airnya dingin banget,” seloroh saya. 
Namun, Abah Atep mengingatkan saya untuk tidak menyebutkan hal tersebut.

“Nggak boleh bilang kalau airnya dingin, anggap aja airnya sangat segar,” tegasnya.

Saya pun mengikuti anjuran Abah Atep. Kedua kaki pun sudah masuk ke dalam air, sampai saya bisa berdiri. Kolam tersebut pun memiliki ragam kedalaman. Namun, saya hanya berdiri di kedalaman sekitar 100 sentimeter.

Setelah dipandu dan beberapa kali menyelupkan badan, saya pun segera naik dan kembali mengganti baju. Rasanya dingin sekali, tidak hanya dari air, tetapi juga hempasan angin yang membuat bulu kuduk merinding.

Santap siang sambil menikmati pemandangan hingga sore hari

Setelah selesai mandi, saya pun bergegas ke tikar yang sudah digelar. Saya tidak sendiri, tetapi bersama rombongan. Kemudian, saya pun langsung menyantap hidangan makan siang yang sudah dibeli di tengah perjalanan.

Sungguh nikmat, makan sambil menikmati pemandangan danau, gunung, dilengkapi suara merdu dari burung-burung.
Udara semakin dingin, saya pun mulai membalut tubuh dengan jaket. Tubuh mulai terasa hangat hingga betah untuk menyaksikan alam yang begitu indah.

Beberapa kali perahu kecil pun berkeliling danau mengantarkan para pengunjung sampai ke titik ujung danau.

Tidak hanya, memandangi danau, di Situ Cisanti, wisatawan juga bisa mendapatkan foto yang instagenic. Ada beberapa spot yang memang dibuat khusus untuk berfoto.

Makin sore, pemandangan makin indah dengan sorot matahari yang segera terbenam. Namun, saya pun harus kembali ke lokasi parkir dan pulang. Bila terlalu malam, bisa jadi kabut akan segera turun menganggu pandangan untuk turun.kompas
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

Find Us on Facebook

Blog Archives

Visitors