partnership with agoda

Saturday, October 28, 2017

Menyusuri Eksotika Sungai Wardo, Rasa Amazon di Pulau Biak-Papua

SIAPA pun yang pernah menginjakan kaki di tanah Papua, tak mungkin meragukan keindahan alam di kawasan timur Indonesia ini. Setiap pandangan mata, menawarkan panorama yang eksotis.

Papua, bukan cuma Raja Ampat, Pulau Biak juga punya beberapa titik pemandangan alam yang menawan. Namun sayangnya, kawasan tersebut bukanlah objek wisata komersil.

Sungai Wardo salah satunya. Sungai yang terletak di Desa Wardo, Biak Numfor ini menawarkan sensasi menelusuri sungai yang menakjubkan. Sepanjang jalan, pengunjung akan melihat hutan tropis dan berbagai kekayaan alam lainnya.

Untuk menikmati pemandangan alam di sepanjang Sungai Wardo, pengunjung, berangkat dari muara Wardo. Dari sana pengunjung bisa menyewa perahu nelayan atau jonson (bahasa setempat). Perahu nelayan terdiri dari dua jenis, yaitu anak perahu sampan tradisional yang di dayuh dan perahu tradisional yang dipasang mesin dengan bahan bakar bensin.

Harga menyewa perahu tidak dipatok. Namun biasanya pengunjung hanya membayar uang bensin sekitar Rp200-500.000 kepada nelayan. Khusus turis asing, dipatok harga Rp100.000 per-kepala. Tetapi, menurut penuturan nelayan setempat, Pak Frans, turis asing lebih suka menggunakan perahu kayu biasa sebab mereka ingin merasakan sensasi mendayuh perahu sendiri.

Lebih lanjut Pak Frans mengatakan ada kalanya turis tak peduli cuaca. Bila mereka sudah punya jadwal berkunjung ke suatu tempat maka mereka tak peduli keadaannya. Mereka harus jalan.

"Waktu terbaik untuk mendayuh perahu sendiri pada pagi hingga siang hari. Karena sedang pasang dan arus air searah, jadi tidak terlalu berat mendayungnya," ucap Pak Frans saat di lokasi Biak, Papua, Rabu (25/10/2017).
Dari Muara Wardo, kita akan disuguhkan pemandangan alam hutan tropis yang mempesona di sisi kiri dan kanan sepanjang sungai. Mirip menelusuri sungai Amazone. Terlebih jika dilihat dari atas.

Sepanjang 2 kilo meter tampak tumbuh-tumbuhan. Seperti pohon kelapa, keladi, sagu, pandan, dan lain sebagainya. Terdengar pula suara-suara hewan yang menghuni kawasan sekitar, seperti beraneka burung dan monyet.

"Hewan-hewan yang menghuni kawasan ini terdiri dari ular, tupai, kupu-kupu, anjing hutan, tikus hutan, dan ikan-ikan sungai air tawar," terang Pak Frans lebih lanjur.

Saat menelusuri sungai fokuskan pandangan ke semua sisi. Lihat indahnya burung-burung yang terbang di atas kepala, lihat ke sungai yang sesekali dangkal hingga tampak ikan-ikan, dan rasakan semilir angin sejuk.

Setelah melihat pemandangan alam yang indah, dan menelusuri sungai sekitar 15 menit menggunakan perahu bensin sampailah di separuh perjalanan. Titik berhenti perahu ada dua.

Pertama di tengah perjalanan yaitu tumpukan batu kapur besar yang menghias sungai. Batu-batu kapur itu tersusun acak di tengah sungai, sebagian ditumbuhi tanaman. Pengunjung bisa rehat sejanak untuk main air atau mandi merasakan dinginnya air sungai yang jernih.
Batu-batu kapur tersebut bukanlah batu asli dari sungai. Namun, bebatuan itu ada karena gempa vulkanik. "Tahun 1996, terjadi gempa dahsyat yang mengguncang Papua. Batu-batu kapur itu jatuh ke sungai. Ukurannya besar-besar," ucapnya sambil mengenang.

Setelah ada batu yang berjatuhan di gunung, perjalan di sungai jadi sedikit terhambat menuju pemberhentian akhir, yaitu Air Terjun Wardo yang tingginya 12 meter.

"Untuk sampai ke air terjun harus bawa perahu kecil, jadi menyebrang pakai perahu lagi. Tambah waktu tempuh 45 menit. Tapi kalau mau sampai batu saja boleh balik lagi," tukasnya. sumber:okezone.com
Comments
0 Comments

0 komentar:

Post a Comment

Find Us on Facebook

Blog Archives

Visitors