Berwisata dan Belajar Tradisi di Desa Adat Sekitar Bali dan Lombok
Meski tujuan kita berwisata adalah untuk menyenangkan diri sendiri, namun tak ada salahnya kan kalo kita juga belajar tentang sesuatu di tempat yang kita kunjungi? Inilah yang membuat lokasi wisata dengan konsep desa adat makin diminati wisatawan lokal dan mancanegara belakangan ini. Selain akan mendapatkan banyak pengetahuan yang tentang tradisi, baik dari segi nilai-nilai sosial dan kesenian, desa adat menghadirkan suasana yang lebih nyaman dan jauh dari hiruk pikuk kota.
Pulau Bali dan Lombok saat ini masih menjadi trendsetter dalam hal desa adat untuk keperluan wisata. Mana sajakah desa adat di Bali dan Lombok yang paling menarik untuk dikunjungi? Berikut rekomendasi kami.
1. Desa Wisata Adat Penglipuran Bangli Bali
Desa yang terdapat di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli ini menempati area seluas 112 hektar, dan hanya 9 hektar saja yang dijadikan pemukiman warga. Nama Penglipuran sendiri berasal dari kata ‘pengeling pura’, yang ada kaitannya dengan sejarah terbentuknya desa ini. Dulu masyarakat pertama pendiri desa ini berasal dari Kintamani. Ingatan pada kampung halaman membuat warga membangun desa ini mirip dengan desa asalnya. Ada tiga bagian utama di desa ini, yaitu Utama Mandala (tempat candi berada), Madya Mandala (tempat penduduk desa beraktifitas) dan Nista Mandala (kuburan). Konsep pembagian wilayah desa menjadikan Desa Penglipuran tampak indah dan asri. Belum lagi deretan rumah penduduk yang berjajar rapi dan dilengkapi pintu berdesain khas Bali yang hampir seragam. Di sini kamu juga akan dibuat terkagum-kagum dengan rumah adat Bali yang telah berdiri sejak ratusan tahun silam, namun terpelihara dengan baik hingga sekarang. O iya, kendaraan bermotor nggak boleh lewat di sepanjang jalan desa, jadi kamu harus memarkir kendaraan kamu di tempat parkir yang disediakan.
Satu lagi yang unik dari Desa Penglipuran adalah hutan bambu yang mengelilingi desa ini. Hutan bambu telah disahkan sebagai milik desa dan para warga desa pun saling bahu-membahu untuk menjaga kelestariannya. Selain sebagai sumber bahan baku kerajinan tangan dan keperluan membangun rumah, hutan bambu mampu menyerap air hujan dan mengalirkannya kembali dalam bentuk mata air. Inilah yang membuat warga tak pernah mengalami kekeringan, meski sedang mengalami musim kemarau panjang.
2. Desa Wisata Batubulan, Gianyar, Bali
IKLAN
tiketserbamurah.com adalah online travel agent terkemuka di Indonesia dengan berbagai kemudahan dalam pemesanan maupun pembayaran. Kami menyediakan ribuan pilihan hotel lokal maupun internasional, tiket pesawat dari berbagai maskapai penerbangan serta tiket kereta dengan harga termurah di Indonesia. Bersama tiketserbamurah.com, perjalanan Anda menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
Desa di kawasan Sukawati, Gianyar ini dapat ditempuh selama 10 menit dari Kota Denpasar atau 45 menit jika kamu berangkat dari Pantai Kuta. Desa Batubulan menempati areal seluas 6422 kilometer persegi dan terbagi menjadi tiga desa adat, yaitu Desa Adat Tegaltamu, Desa Adat Jero Kuta dan Desa Adat Dlod Tukat. Desa-desa adat ini kemudian terbagi lagi menjadi beberapa banjar atau semacam satuan adat yang tugasnya mengelola pertanian, dan banjar-banjar ini juga punya keahlian di bidang seni tari tradisional. Tari populer Bali seperti Tari Kecak, Tari Legong dan Tari Barong bisa kamu nikmati di 5 tempat yang tersebar di Desa Batubulan. Tiap-tiap pentas tari punya jam main sendiri, jadi pastikan kamu datang tepat waktu untuk menontonnya.
Selain seni tari, para penduduk pria Desa Batubulan, baik yang muda maupun tua semuanya menguasai ketrampilan dalam membuat patung dan ukir-ukiran batu. Kalo kamu berjalan-jalan di sekitar desa, kamu bisa melihat para pemahat sedang asyik bekerja di bawah pohon yang rindang. Mereka nggak keberatan kok, asal jangan diganggu ya. Kamu juga bisa membawa pulang hasil karya para pematung Desa Batubulan yang dijual di beberapa artshop sekitar desa. Ada beberapa figur dewa, patung Budha, tokoh-tokoh pewayangan dalam cerita Ramayana yang bisa kamu pilih sesuai selera.
Daya tarik lain di Desa Batubulan adalah Bali Bird Park. Di obyek wisata yang berupa hutan hujan buatan ini kamu bisa mengamati beberapa jenis burung yang telah langka, reptil dan ada juga komodo.
3. Desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah
Desa Sade yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Mataram ini bisa jadi merupakan salah satu desa wisata pertama di Indonesia. Desa Sade dihuni oleh Suku Sasak, penduduk pribumi Pulau Lombok, yang masih mempertahankan cara hidup dan keahlian para nenek moyang yang diwariskan secara turun menurun. Semua bangunan rumah di desa ini masih sangat tradisional, meski perkampungan ini terletak di sisi jalan beraspal mulus. Atap rumah terbuat dari ijuk, temboknya dari anyaman bambu yang dipasang tanpa menggunakan paku dan lantai masih beralaskan tanah. Uniknya, warga desa ini menggunakan kotoran kerbau untuk mengepel lantai rumah mereka. Kamu boleh aja jijik tapi kalo kamu masuk ke rumah mereka nggak ada sedikitpun bau busuk yang tercium. Menurut warga, melapisi lantai rumah dengan kotoran kerbau dapat membuat rumah jadi lebih hangat dan bebas nyamuk.
Desa Sade terkenal dengan kain tenun yang dibuat secara tradisional. Dan kamu bisa melihat langsung proses pembuatan kain tenun yang dibuat oleh para ibu di depan teras rumah mereka. Meski dibuat secara tradisional, dari segi kualitas kain tenun Desa Sade nggak kalah dengan kain tenun yang dibuat mesin modern lho.
4. Desa Ende, Rembitan, Lombok Tengah
Desa Ende yang masih satu wilayah dengan Desa Sade bisa jadi alternatif pilihan buat kamu. Desa Ende letaknya lebih dekat dengan Kota Mataram, hanya sekitar 15 menit. Kamu bisa mampir kesini sebelum mengunjungi Pantai Kuta Lombok yang berjarak sekitar 30 menit dari desa ini. Dibandingkan dengan Desa Sade, Desa Ende lebih sunyi dan rindang karena masih banyak pepohonan. Desa Ende terdiri dari sekitar 30 rumah penduduk yang dibangun secara tradisional. Seperti di Desa Sade, penduduk setempat menggunakan kotoran kerbau sebagai campuran tanah liat untuk lantai rumah mereka. Penduduk setempat cukup ramah dan kamu bahkan diperbolehkan melihat-lihat ke dalam rumah penduduk jika ingin tau gimana rasanya tinggal dalam rumah khas Suku Sasak. Teras rumah adat Suku Sasak dibuat sangat rendah, jadi kamu harus menunduk sebelum masuk ke dalam rumah. Atap teras rumah yang rendah ini rupanya mengandung suatu filosofi. Yaitu orang yang akan bertamu hendaknya menunduk sebagai tanda bahwa kita menghormati si empunya rumah.
Sebuah artshop sederhana juga bisa kamu temukan disini. Artshop ini menjual beragam cinderamata seperti kain tenun, sendok dari tanduk kerbau dan miniatur rumah Suku Sasak. Hasil penjualan artshop akan dibagi rata ke seluruh penduduk desa sebagai penghasilan tambahan selain bertani. Filosofi hidup komunal semacam ini hanya bisa kamu ketahui di Desa Ende, dan kamu bisa tunjukkan supportmu pada mereka dengan membeli satu atau dua kerajinan tangan yang dijual disini.